Pengertian hak cipta
Sejak pembangunan jangka panjang tahap pertama bangsa Indonesia telah
mengusahakan terus-menerus dan berkesinambungan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Kedua pembangunan ini saling terkait satu sama lain. Tidak akan terjadi
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya apabila tidak ada pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya, demikian juga sebaliknya tidak akan
terjadi pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya jika tidak ada
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya meliputi pengertian yang sangat
luas antara lain terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang
antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan lingkungannya,
antara manusia dengan sesama manusia, keseimbangan antara bidang
materiil dan spirituil, keseimbangan antara kehidupan sosial dan
pribadi, keseimbangan antara hak dan kewajibannya, dan seterusnya. Di
lain pihak pengertian pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya
mengandung pengertian bahwa pembangunan akan diselenggarakan di seluruh
pelosok tanah air tanpa memandang suku, agama, ras atau golongan
tertentu. Disadari pula bahwa syarat pembangunan yang berhasil adalah
adanya partisipasi aktif dari seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan
manusia adalah subyek sekaligus obyek dari pembangunan. Sebagai subyek
pembangunan berarti masyarakat menjadi pelaku pembangunan dengan
memberikan sumbangan pikiran, waktu, tenaga dan dana. Sebagai obyek
pembangunan maka masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan bahwa
pembangunan bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur
merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Partisipasi
aktif masyarakat dalam pembangunan dapat dimanifestasikan dalam
berbagai bidang kehidupan sesuai dengan situasi dan kondisi serta bidang
kerja masing-masing. Salah satu contoh partisipasi aktif masyarakat
adalah dengan menyumbangkan penemuannya dalam tradisi dan budaya. Hal
ini dikarenakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar akan
nilai-nilai tradisi dan budayanya.
Salah satu perkembangan pembangunan yang menonjol dan memperoleh
perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini adalah semakin
meluasnya arus globalisasi yang berlangsung dalam bidang budaya. Dengan
memperhatikan kenyataan dan kecenderungan seperti itu, maka menjadi hal
yang dapat dipahami bila adanya tuntutan kebutuhan bagi pengaturan dalam
rangka perlindungan hukum yang lebih memadai. atas tradisi dan budaya
bangsa.
Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk
mendaftarkan Hak Cipta di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan.
Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan kekayaan seni dan
budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa
“perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan
suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan
surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal
di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan
tersebut Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta dikatakan :
“Negara memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional,
baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat yang
menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan
nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti :
(1) Cerita Rakyat, puisi rakyat,
(2) Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional,
(3) Tari-tarian rakyat, permainan tradisional,
(4) Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran,
pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik
dan tenun tradisional) dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni
lainnya.”
Perlindungan
Hak Cipta diberikan untuk karya seni, sastra, ilmu pengetahuan dan
hak-hak terkait sedangkan perlindungan Desain Industri diberikan untuk
suatu bentuk (tiga dimensi), konfigurasi (tiga dimensi), komposisi (dua
dimensi; garis, warna, garis dan warna), gabungan tiga dimensi dan dua
dimensi (bentuk dan konfigurasi; konfigurasi dan komposisi; bentuk dan
komposisi; bentuk, konfigurasi dan komposisi).
Perlindungan Hak Cipta bersifat otomatis saat ekspresi nyata terwujud
dan tanpa pendaftaran (deklaratif). Sedangkan perlindungan Desain
Industri diberikan berdasarkan pendaftaran terhadap desain yang baru
(konstitutif). Karya cipta merupakan sebuah karya master piece dan tidak
diproduksi secara massal sedangkan Desain Industri diproduksi massal.
Oleh karena itu langkah untuk menciptakan iklim atau suasana yang baik
dan mampu mendorong gairah atau semangat pelestarian tradisi dan budaya
bangsa menjadi sangat penting. Setidaknya penciptaan iklim yang
mempermudah bangsa Indonesia untuk mengetahui dan meningkatkan
pengetahuan pelestarian tradisi dan budaya bangsa. Bersamaan dengan
langkah untuk menciptakan iklim atau suasana seperti itu, harus
diberikan pula hak cipta dan desain industri sebagai upaya perlindungan
hukum yang memadai. Perlindungan hukum yang diberikan ini berkaitan
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban atas tradisi dan budaya bangsa.
Pelestarian tradisi dan budaya bangsa akan mendapat perlindungan hukum
yang berlaku sehingga jika terjadi permasalahan secara tanpa hak, dapat
meminta perlindungan hukum.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
- membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor ciptaan,
- menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
- menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut,
sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut
tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di
Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik,
menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"
[2].
Selain itu, dalam
hukum
yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh
pelaku karya
seni (yaitu
pemusik,
aktor,
penari,
dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk
mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan,
direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1
butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang
penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan
pewarisan
atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta
dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut
dengan
lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan
TRIPs WTO (yang secara
inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan
Konvensi Bern).
Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau
dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan
tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak
moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan
alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan
[2].
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada
ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual
untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
Perolehan dan pelaksanaan hak cipta
Hak cipta gambar potret "penduduk asli
Bengkulu" yang diterbitkan pada tahun
1810 ini sudah habis masa berlakunya.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar
berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi
setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk
diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Perolehan hak cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan
bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di
Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan
Konvensi Bern,
suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui
pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud
dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti
lukisan,
partitur lagu,
foto,
pita video, atau
surat),
pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun
demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk
melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan)
memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan
pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat
dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku;
misalnya dalam hukum Inggris (
Copyright Designs and Patents Act
1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang
berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut
antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya
buku,
program komputer,
pamflet, perwajahan (
lay out) karya tulis yang diterbitkan,
ceramah,
kuliah,
pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan
ilmu pengetahuan,
lagu atau
musik dengan atau tanpa teks,
drama,
drama musikal,
tari,
koreografi,
pewayangan,
pantomim,
seni rupa dalam segala bentuk (seperti
seni lukis,
gambar,
seni ukir, seni
kaligrafi,
seni pahat,
seni patung,
kolase, dan seni terapan),
arsitektur,
peta, seni
batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni
songket dan seni
ikat),
fotografi,
sinematografi, dan tidak termasuk
desain industri (yang dilindungi sebagai
kekayaan intelektual
tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis,
himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai
karya tari pilihan), dan
database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda hak cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti
buku atau
film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (
copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "
copyright",
yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika
ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi
baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka
tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu.
Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon)
pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak
diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern.
Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan
tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang
diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang
Unicode 00A9
dalam
heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (
X)
HTML sebagai
©
,
©
, atau
©
Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam
yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut
diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di
Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua
buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun
1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau
sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun.
Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir
tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau
50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat,
kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada
ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas
folklor dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam
hukum perdata, namun ada pula sisi
hukum pidana.
Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang
serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di
Indonesia secara umum diancam hukuman
penjara paling singkat satu
bulan dan paling lama tujuh
tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima
miliar
rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak
pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab
XIII).
Perkecualian dan batasan hak cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak
eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian
hak cipta adalah doktrin
fair use atau
fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di
Indonesia,
beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal
14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk
untuk kegiatan
sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup
pendidikan dan
ilmu pengetahuan, kegiatan
penelitian
dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah
"kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat
ekonomi
atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan
ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran.
Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber
ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan
mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan,
dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang
hak cipta)
program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri
[2].
Hak cipta
foto umumnya dipegang
fotografer, namun foto
potret
seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila
bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU
Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam
pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak
pemerintah Indonesia
untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan
berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16
dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan
dapat merendahkan nilai-nilai
keagamaan, ataupun menimbulkan masalah
kesukuan atau
ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap
pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan
norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)
[2].
ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan
mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara,
peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah,
putusan pengadilan atau penetapan
hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis
lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa).
Di
Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam
domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan
lagu kebangsaan
menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula
halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian
dari
kantor berita, lembaga penyiaran, dan
surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran hak cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan
bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu
ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena
pendaftaran
[2]. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di
pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan
[1].
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak
cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran
hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor
maupun
situs web
Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang
tanpa dikenai biaya.
Lisensi Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan
tertentu.
Kritik atas konsep hak cipta
Copyleft, lisensi untuk memastikan kebebasan ciptaan.
Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan
menjadi dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta
tidak pernah menguntungkan
masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan mengorbankan
kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya
masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek
perangkat lunak bebas seperti
Linux,
Mozilla Firefox, dan
Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta
[2].
Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat
persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan
ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi
semacam itu disebut
copyleft atau
lisensi perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:
[1]
- KCI : Karya Cipta Indonesia
- ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
- ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
- APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
- ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
- PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
- IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
- MPA : Motion Picture Assosiation
- BSA : Bussiness Software Assosiation
- YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa : Dalam hukum
Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak
Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal
(kekayaan) Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam
sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat
dijadikan obyek akad (al-ma’qud alaih), baik akad mua’wadhah
(pertukaran, komersil), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta
diwaqafkan dan diwarisi. Setiap bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta,
terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah HARAM.
Sumber :
www.dgip.go.id/hak-cipta
http://rks.ipb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=61&Itemid=48